Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang konten multimedia yang disampaikan dalam siaran pers dua hari lalu, dinilai sebagai upaya pembatasan kebebasan berekspresi dan kembali ke paradigma lama zaman Orde Baru berkuasa.
“Peraturan Menteri telah mematikan, baik dari sisi penyelenggara maupun pengguna internet. Permen itu bersifat represif dan mengekang dinamika dan kebebasan berpendapat serta berekspresi di Internet,” kata blogger Enda Nasution ketika dihubungi, Sabtu (13/2).
Dalam rancangan itu, Enda menganggap pemerintah seolah-olah melempar tanggung jawab dengan membebankan persoalan yang tengah marak belakangan ini yang dianggap mengundang kejahatan kepada penyelenggara situs maupun pengguna situs itu sendiri.
Harusnya pemerintah melakukan effort yang lebih komprehensif, melalui pendekatan moral, pendidikan maupun sosialisasi Internet sehat. Lebih baik memperbanyak Internet-user dari pada dibatasi,” lanjut Enda.
Ia juga melihat adanya butir-butir peraturan yang sangat janggal. Misalnya, adanya tim pengawas situs-situs yang terindikasi muatan 'haram'. Tim Konten Multimedia tersebut bertugas mengawasi permohonan izin bagi pembuat situs, pemberian sanksi bagi yang tidak mentaati peraturan, memberikan laporan tahunan dari penyelenggara kepada Kominfo sampai pencabutan izin.
Tim tersebut akan bertindak sebagai sebuah lembaga sensor Internet dengan kekuatan untuk menentukan apa yang dilarang dan apa yang tidak dilarang di Internet. Selain itu masih banyak definisi yang dinilai terlalu luas dan tidak spesifik dalam Rancangan Peraturan Menteri tersebut, terutama tentang penyelenggara dan keberadaannya.
Peraturan yang menyoal keberadaan penyelenggara dinilai sangat mengancam. Sebagai pemilik dari sebuah situs, ia menolak bila harus terus mengawasi pengguna Internet yang memuat konten-konten yang dianggap melanggar Permen. Ia berpendapat, seharusnya tanggung jawab itu ditujukan kepada penggunanya.
Negara Amerika, menurut Enda, sudah menerapkan konsep yang dikenal dengan istilah Safe Harbour atau pelabuhan aman, yaitu peraturan yang mengatur antara penyelenggara dan pengguna layanan Internet.
"Konsep itu menyatakan bahwa pelabuhan tidak bertanggung jawab terhadap kapal-kapal yang melintas meskipun kapal itu bermuatan 'haram' dan yang harus bertanggung jawab adalah kapal-kapal itu (pengguna internet)," tambahnya. "Intinya saya menolak Permen tersebut diberlakukan di Indonesia."
Sementara pakar teknologi informasi Onno W Purbo dalam pernyataan tertulisnya mengatakan Rancangan Peraturan Menteri secara langsung di arahkan ke wadah, media atau provider situs. Padahal, selama ini konten lebih banyak bersifat blog, diskusi di forum atau tweet. "Apakah Kaskus.us, Wordpress, Blogger, harus bertanggung jawab terhadap semua konten yang ditulis oleh pengguna Internet tersebut?" ujarnya.
Ia juga menilai tidak adanya pertanggungjawaban terhadap sumber berita, informasi atau pengirim berita itu. Di dunia Internet, prinsip tanggung jawab yang dipegang adalah end-to-end, bukan medium yang bertanggung jawab.
Browse » Home »
Berita Hukum
» BLOGGER TOLAK Peraturan Konten Multimedia Represif
Saturday, February 13, 2010
BLOGGER TOLAK Peraturan Konten Multimedia Represif
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
5 komentar:
yaahh...sekarang ini smw hampir ada aturannya sampai2 aku baru tahu berita ini dari blog sobat.
aku gmn baiknya aja yg penting gk saling merugikan satu sama lain.
Wah emang kita selalu hati2.. apalagi kalo posting.. jangan sampe menyinggung pihak atau instansi lain yang tidak baik... Keep Blogging mas!
Benar memang harus hati2 kawan biar tidak ditangkap polisi hehehe
Saya pikir blogger memang perlu mendapat kebebasan berekspresi di internet, namun tetap harus bertanggung jawab. Harus memperhatikan etika dan kesopanan beraktivitas di dunia maya...
yup aku juga menolak hal ini, soalnya bias menghambat dong untyuk menyampaikan kebebsan berpendapat. Apa jadinya negara ini kalau benar hal itu akan di terapkan..
Post a Comment